PERCOBAAN 4
IODO/IODOMETRI
I.TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Membuat larutan standar Na2S2O3
dan melakukan standarisasi larutan yang telah dibuat
1.2 Membuat larutan standar tiosianat untuk keperluan
analisis iodometri
1.3 Menentukan jumlah Cu dalam suatu senyawa
1.4 Memahami dan mempelajari
aplikasi reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi dengan yodium sebagai dasar
analisis
II.DASAR TEORI
2.1 Proses
iodimetri atau iodometri langsung
Zat-zat penting yang merupakan zat
pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi dengan iod adalah tiosulfat, arsen (III),
strontium (III), sulfida, sulfit, timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi
dari beberapa zat ini bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dan hanya dengan
penyesuaian pH dengan tepat dapatlah reaksi dengan iod itu dibuat kuantitatif.
Iod membentuk komplek triiodida dengan iodida
I2 + I-
I3-
Iod cenderung dihidrolisis dengan pembentuk asam klorida
dan hipoiodit
I2 + H2O
HIO + H+ + I-
Larutan iod
biasanya distandarkan terhadap standar primer yang paling lazim digunakan As2O3.
Daya mereduksi HAsO2 tergantung pada pH.
HAsO2 + I2 + 2H2O +H3AsO4 2H+ + 2I-
(Underwood,1986)
2.2 Proses
iodometri atau tak langsung
Banyak zat pengoksidasi kuat dapat
dianalisi dengan menambahkan kalium iodide berlebih dan menitrasi ion yang
berlebihan karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk
bereaksi dengan iodide, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran
Titrasi dengan arsen (III) memerlukan larutan yang sedikit basa.
Ion iodide dapat dioksidasi oleh oksigen dari luar
4H+ + HI- + O2 2I2 2H2O
Kalium iodide haruslah bebas dari
iodidat karena kedua zat ini dalam suasana asam akan bereaksi dengan
membebaskan iod
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 3H2O
(Underwood,1986)
2.3 Reaksi redoks
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan
kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan
untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai
dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan
oksidasi. Sebaliknya pada reduktor , atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi . Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan
saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu pada
suatu senyawa, tidak kepada atom saja.
(Khopkar,
1990)
2.4 Indikator kanji
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua
sehingga iod dapat bertindak sebagai indiator sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau
lembayung kepada pelarut seperti karbon tetra klorida atau klorofom, dan
kadang-kadang ini digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih
lazim digunakan suatu larutan (dispesi koloid) kanji, karena warna biru tua
kompleks pati iod berperan sebagai ui kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih
besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan netral dan lebih
besar dengan adanya ion iodide.
(Underwood,
1986)
2.5 Kalium iodide
Cara titrasi redoks yang menggunakan
larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimeter, sedangkan yang menggunakan
larutan iodide sebagai pentiter disebut iodometri. Pada titrasi iodometri
digunakan cara titrasi tidak langsung. Di sini, oksidator ditambah dengan
larutan kalium iodide berlebihan dan iodium yang dilepaskan (setara jumlahnya
dengan oksidator) dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat sesuai dengan bagan
reaksi berikut:
Ox + 2I- = I2 + red
I2 + S2O32- = 2I- + S4O62-
Dari paro pasangan redoks S4O62-/
S2O32- yang berlangsung menurut persamaan
reaksi berikut :
S4O62- + 2e = 2S2O32- Eo : +0,09 V
Terlihat bahwa bobot tara Na2S2O3 sama dengan
bobot rumusnya. Sedangkan larutan baku
tiosulfat dibuat secara kira-kira, kemudian dibakukan dengan zat baku utama kalium
bikromat.
(Rivai,
1995)
2.6 Tembaga
Tembaga murni dapat dipergunakan
sebagai standar primar untuk natrium tiosulfat dan disarankan untuk dipakai
ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan tembaganya.
Iodin adalah agen pengoksidasi yang
lebih baik dibanding ion Cu (II). Namun ketika ion iodide ditambah kedalam
sebuah larutan Cu (II), endapan CuI terbentuk.
2Cu2+ + 4I-
2CuI
+ I2
(Underwood,1986)
2.7 Penentuan
Susunan Ion Halida yang Kompleks
Iod jauh dapat larut dalam larutan
kalium iodide dalam air daripada dalam air, ini disebabkan oleh erbentuknya ion
triiodida I3-. Kesetimbangan berikut belangsung dalam
suatu larutan sepert itu.
I2 + I- I3-
Jika larutan itu dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat , konsentrasi iod total sebagai I2 bebas
dan I3- tak bebas ,diperoleh karena segera sesudah iod
dihilangkan akibat interaksi dengan tiosulfat , sejumlah iod baru dibebaskan
dari triiodida agar keseimbangan tidak terganggu. Namun, jika larutan dikocok
dengan karbon tetra klorida, dalam mana ion saja yang dapat larut cukup banyak
, maka iod dalam lapisan organik berada dalam keseimbangan dengan iod bebas
dalam larutan air . Dengan menentukan konsentrasi iod dalam larutan
karbontetraklorida, konsentrasi ion iod dalam larutan air dapat dihitung dengan
menggunakan koefisien distribusi yang diketahui, dan dari situ konsentrasi
total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan. Dengan memperkurangkan ini dari iod
total, diperoleh konsentrasi ion tak bebas (sebagai I3-),
dengan mengurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium iodide, dapatlah
disimpulkan konsentrasi KI bebas. Tetapan kesetimbangan
(Vogel,1985)
2.8 Analisa Bahan
2.8.1 Na2S2O3
- Bentuk kristal putih dengan rasa dingin pahit
- Larut dalam air dan minyak terpentin, tidak larut
dalam alkohol
- Dapat membentuk asam sulfat dan sulfur dalam larutan
air
- Biasanya tersedia dalam bentuk Na2S2O3.5H2O
(Pringgodigdo, 1973)
2.8.2 Akuades
- BM = 18,016; titik didih = 100 oC; titik
leleh = 0 oC
- Cairan tak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
- Larut dalam dietil alkohol dan dietil eter , bersifat
polar dan pH = 7
(Basri,1996)
2.8.3 HCl
- Asam klorida, gas berasap tan warna
- Titik leleh = -114oC; titik didih = -85 oC
- Dibuat dengan mereaksikan natrium
klorida dengan asam sulfat pekat, asam kuat dan berdisosiasi sempurna dalam
larutan (asam hidroklorat)
(Daintith,1994)
2.8.4 NH4OH
- Tidak berwarna sangat berbau,
- Densitas(25oC) =0,9;
titik leleh = -74 oC; titik didih = -30,9 oC
- Larut dalam air dan alkohol
- Reaksi eksoterm dengan H2SO4
maupun asam mineral kuat
2NH4OH + H2SO4
(NH4)SO4 +
2H2O
(Daintith,1994)
2.8.5 K2Cr2O7
- Padatan kristal berwarna merah dan
bersifat racun
- Larut dalam air
- bersifat oksidator kuat
- Titik leleh = 396oC;
densitas =2,76 g/mL
- Terdekomposisi pada suhu 500 oC
(Mulyono,
1997)
2.8.6 KI
- Padatan kristal putih
- Karena udara atau cahaya, larutan
jernihnya dapat berubah warna kuning muda (terbentuknya I2)
- Dapat melarutkan I2
membentuk KI3
- Titik leleh = 686 oC;
titik didih = 1330 oC;
densitas = 3,1 g/mL
(Mulyono, 1997)
2.8.7 CuSO4
- Berbentuk kristal biru, berwarna
putih saat terdehidrasi
- beracun, massa jenis = 2,284
- agak larut dalam gliserin, larut
dalam air
(Daintith,1994)
2.8.8 Indikator amilum
- putih, amorf, tidak berasa
- tidak larut sempurna dalam air
dingin, alkohol eter
- membentuk gel dengan air panas,
terdekomposisi saat di panaskan
(Basri,
1996)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan
Bahan
3.1.1 Alat
- gelas ukur
- buret
- gelas beker
- pipet tetes
- pengaduk
- corong
- Erlenmeyer
3.1.2 Bahan
- Na2S2O3
- HCl
- KI
- CuSO4
- NH4OH
- Akuades
- Indikator amylum
- K2Cr2O7
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Standarisasi larutan Na2S2O3
Pengenceran dengan 50 mL Akuades
Penambahan 3m L HCl pekat
Penambahan 15 mL KI 1N
Penambahan indikator amilum
Penitrasian dengan Na2S2O3
|
3.2.2 Menetapkan Cu dalam CuSO4
Penetralan
dengan NH4OH
Penambahan
12,5 mL KI 1 N
Penitrasian
dengan Na2S2O3
Penambahan
indikator amylum
Penitrasian
dengan indikator amilum
|
3.2.3 Menentukan larutan yodium
|
|
Penitrasian
dengan Na2S2O3
Penambahan
indikator amilum
Penitrasian
dengan Na2S2O3
|
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan iodo/iodimetri ini
bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan Na2S2O3
yangtelah dibuat dengan menggunakan larutan standar primer K2Cr2O7,
menentukan jumlah Cu yang terkandung dalam CuSO4 dan menentukan
larutan iodium. Prinsip dari percobaan ini adalah titrasi oksidasi reduksi
dengan yodium sebagai dasar analisis. Dimana dalam percobaan ini ion iodide
digunakan sebagai again pereduksi (iodometri) sedangkan iod digunakan sebagai
agen pengoksidasi (iodimetri). Dalam percobaan ini Na2S2O3
digunakan sebagai titran hal ini dikarenakan banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodine, larutan Na2S2O3
tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan stndarisasi
untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dengan menggunakan larutan standar
primer
1. Standarisasi Na2S2O3
dengan K2Cr2O7
Dalam proses iodimetri biasanya digunakan larutan standar natrium
tiosulfat. Larutan Na2S2O3 perlu
distandarisasi karena larutan Na2S2O3 tidak
stabil dalam jangka waktu yang lama. Bila disimpan lama, bakteri yang memakan
belerang akhirnya masuk ke larutan itu
dan dalam proses metaboliknya akan mengakibatkan penmbentukan SO3-,
SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan
menyebabkan kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya
air yang digunakan untuk menyimpan larutan tiosulfat dididihkan agar steril,
dan ditambah merkuri iodide, kloroform, natrium karbonat atau boraks sebagai
pengawet. Tiosulfat mudah diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk
belerang sebagai endapan susu. Reaksi :
S2O32- + 2H+ H2S2O3 --> H2SO3 + S(s)
(Underwood,1986)
Tetapi reaksi pembentukan itu lambat
dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasi kan
kedalam larutan iod yang asam, asal larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara
iod dan tiosulfat jauh lebih cepat daripada reaksi penguraian. Berkurangnya
normallitas juga dikarenakan :
Oksidasi oleh oksigen di udara
2Na2S2O3 + O2 --> 2NaSO4 +
S
(Vogel,1985)
Dekomposisi dalam pelarut air
S2O32- + H+ --> S
+ HSO3-
(Vogel,1985)
Pada standarisasi Na2S2O3
ini digunakan larutan standar primer berupa K2Cr2O7
karena K2Cr2O7 merupakan oksidator kuat
yang mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopis dan padatan
atau larutan yang amat stabil.
K2Cr2O7 ini
mula-mula diencerkan untuk membuatnya lebih encer dan menciptakan larutan yng
berair. Akaemudian ditambahkan HCl sebagai pencipta suasana asam. HCl dalam
larutannya akan terdisosiasi membebaskan proto H+
HCl --> H+
+ Cl-
Kemudian dalam larutan tersebut
ditambah KI. KI menyumbangkan ion iodide
ebagai agen pereduksi, yang kemudian ion iodide ini bereaksi dengan K2Cr2O7
menghasilkan iod bebas. Reaksi ini berlangsung dalam suasana asam
-->Cr2O7 + 6I-
+ 14H+ 2Cr3+ +
3I2 + 7H2O
(Underwood, 1986)
Iod bebas hasil reaksi tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 dengan menggunakan indikator amilum. Indikator amilum ditambahkan ditengah-tengah titrasi untuk mendeteksi adanya iod bebas. Dan ketika ditambahkan amilum terbentuk warna biru berarti terbentuk kompleks iod dengan b-amilosa. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru karena iodine bereaksi dengan tiosulfat. Reaksi :
I2
+ 2S2O32- --> 2I- + S4O62-
(Underwood,1986)
Dari hasil
titrasi, volume Na2S2O3 yang diperlukan adalah
19.8 mL dengan konsentrasi 0.0631 N
2. Menetapkan Cu dalam larutan
Tembaga murni dapat digunakan sebagai
standar primer untuk natrium tiosulfat dan bila tiosulfat harus digunakan untuk
menetapkan tembaga. Larutan yang digunakan adalah CuSO4 yang kemudian ditambah KI yang bertujuan untuk
menghasilkan iod bebas. Reaksi :
2Cu2+ + 4I- --> 2CuI(S) + I2
( Underwood, 1986 )
)
Agar reaksi berjalan kekanan
penambahan ion iodide harus berlebih dan pH larutan harus dijaga dengan sistem
larutan buffer, untuk itu ditambahkan NH4OH. Karena pada pH yang lebih
tinggi hidrolisis parsial dari ion Cu (II) akan terjadi, dan reaksi dengan ion
iodide akan berjalan lambat.Dan dalam larutan yang asam terjadi oksidasi (oleh
udara) ion iodide yang dikatalisis oleh tembaga pada laju yang berarti.
Selanjutnya iod babas dititrasi
dengan Na2S2O3. Pada titrasi ini larutan menjadi berwarna
kuning.Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat.Reaksi :
I2
+ 2S2O32- -->
2I- +
S4O62-
( Underwood, 1986 )
)
Pemberian indikator amilum diberikan
saat mendekati titik akhir titrasi atau pada pertengahan titrasi. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada iod bebas yang terbentuk. Warna biru
yang terjadi adalah warna dari komplek iod-kanji yaitu ikatan antara iod dengan
β-amilosa.
Titik akhir reaksi ditandai berubahnya warna biru
menjadi jernih, ini berarti semua iod bebas yang terbentuk bereaksi dengan ion
S2O32-. Dari percobaan didapatkan massa Cu adalah 29,76
gram.
3. Menentukan larutan yodium
Dalam penetapan
larutan yodium, larutan yodium langsung dititrasi dengan Na2S2O3.
Iod akan mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat.Reaksi yang terjadi:
I2
+ 2S2O32- -->
2I- + S4O62-
( Underwood, 1986 )
)
Kemudian ditambahkan larutan amilum,
terbentuk warna biru yaitu komplek iod-kanji. Warna biru terbentuk karena
ikatan antara iod dan β-amilosa. Penambahan ini bertujuan untuk memastikan adanya iod bebas.Titik akhir reaksi ditandai
dengan berubahnya warna biru menjadi warna jernih karena semua iod bebas bereaksi
dengan ion S2O32- . Didapatkan konsentrasi
yodium adalah 0,114 N.
V. KESIMPULAN
5.1 Konsentrasi Na2S2O3 adalah
0,063 N
5.2 Massa Cu yang terkandung dalam CuSO4
adalah 29,76 gram
5.3 Konsentrasi yodium adalah 0,114 N
VI DAFTAR PUSTAKA
Basri, Sarjoni,1996, “Kamus
Kimia”, Rineka Cipta, Jakarta.
Daintith, John, 1994, “Kamus Lengkap Kimia”,
Erlangga, Jakarta.
Khopkar,S.M., 1990,”Konsep
Dasar Kimia Analitik”, UI-Press, Jakarta.
Mulyono,H.A.M., 2001,”Kamus
Kimia”, Genesindo, Bandung.
Pringgodgdo,A.G.,1973, ”Ensiklopedi
Umum”, Yayasan Para Buku
Franklin, Jakarta.
Rivai, Harrizul, “Asas
Pemeriksaan Kimia”, UI-Press, Jakarta.
Underwood,A.L.,Day,R.A.,1986,”Analisis Kimia Kuanitatif”,
Erlangga, Jakarta.
Vogel,1985,”Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”, Kalman Media Pusaka, Jakarta.
VII. LAMPIRAN
7.1. Data Pengamatan.
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
2.
3.
|
Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7.
K2Cr2O7 + aquades.
+ HCl
+KI 1N
+ amilum
+Na2S2O3
Volume Na2S2O3 untuk titrasi.
Menentukan Cu
dalam CuSO4
CuSO4
+ NH4OH
+ KI
+ Na2S2O3
+ amilum
+ Na2S2O3
Volume Na2S2O3
untuk titrasi
Menentukan
larutan yodium
Larutan yodium +
Na2S2O3
+ amilum
+ Na2S2O3
Volume Na2S2O3
untuk titrasi
|
Warna orange
Warna orange
Warna merah tua
Warna biru
Warna hijau
19,8 mL
hijau kecoklatan
merah tua
kuning
biru tua
jernih
15 mL
kuning
biru tua
jernih
22,3 mL dan 23
mL
|
7.2. Perhitungan
1.
standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
V
Na2S2O3 = 19,8 mL
V
K2Cr2O7 = 12,5 mL
[
K2Cr2O7] = 0,1 N
V K2Cr2O7
. N K2Cr2O7 =
V Na2S2O3 . N Na2S2O3
12,5 mL . 0,1 N = 19,8 mL . N Na2S2O3
1,25 N
= 19,8 N Na2S2O3
N Na2S2O3 = 0,063 N.
2. menentukan Cu dalam CuSO4
V Na2S2O3
= 15 mL
V CuSO4 = 12,5 mL
V Na2S2O3
. N Na2S2O3
= V CuSO4 . N Na2S2O3
15 mL . 0,063 N = 12,5 mL . N CuSO4
0,945
N = 12,5 . N CuSO4
N CuSO4
= 0,0756 N.
Massa CuSO4 =
=
=
75,36 mgram
=
=
massa
Cu = 29,76 mgram.
3. menentukan larutan
yodium
titrasi I V Na2S2O3
= 22,3 ml
titrasi II V Na2S2O3
= 23 mL
V Na2S2O3
rata-rata = 22,65 mL
V yodium = 12,5 mL
V
Na2S2O3 . N Na2S2O3
= V yodium . N yodium
22,65 ml . 0,063 N = 12,5 mL . N
yodium
1,42695 N = 12,5 N yodium
N yodium = 0,114 N
LAPORAN
PRAKTIKUM ANALISIS KUANTITATIF
IODO/ IODIMETRI
KELOMPOK 4 A
Didi Hidayat J2C 004 111
Layyinatul Munawaroh J2C 004
132
Lia Handayani.
B. J2C 004
133
Ninda
Astuti J2C
004 135
Nur
Afifah J2C
004 136
LABORATORIUM KIMIA
ANALITIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2006
No comments:
Post a Comment